Setelah selesai liburan kemauan untuk mancing kembali muncul terlebih lagi kompleks stanvac yang kemudian menjadi pertamina memiliki banyak balong (setu buatan) malah didekat rumah jurang terjal sedang dibuat setu baru untuk menampung air dan mengurangi semak dalam komplek perumahan kami, kelak dikenal dng balong kopi karena airnya hitam dan balong susu karena airnya putih kecoklatan.
Mulai dari bambu, tulang daun pohon salak, sampai lidi aren dijadikan joran, ikan target seluang, betok, nila dan gabus, waktu itu belum mengenal reel jadi masih ikat langsung kejoran dan pelampung menggunakan sandal bekas. Kalau kami melewati kebun pisang pelepah pisang pun berubah menjadi tajur yaitu tegeran dengan pelampung pelepah pisang yang dilempar jauh ke tengah setu atau spot - spot yang dianggap potensial ada ikan, kadang kami juga menggunakan sandal kami untuk dijadikan pelampung tajur. Kalau pelampung tajur bergerak kesana kemari langsung nyebur berenang untuk mengambilnya,duh kangen masa - masa itu.
Beranjak dewasa saya mulai mengenal reel, awalnya sama sekali bingung, senar ditarik dulu banyak - banyak terus dilempar, udik banget deh pokoknya padahal tinggal buka kunci reel, tahan senar pake jari kemudian lempar, dan ternyata jenis reel pancing itu banyak sekali untuk berbagai macam target ikan dan tehnik sendiri.

Pertemanan juga saya dapatkan dari kegiatan memancing ini, mulai dari pemancing lokal yang saban ke empang ketemu sampai komunitas pemancing dunia maya yang berujung ke empang, PEGAL LINU misalnya grup ini khusus untuk para meminat galatama lele sesuai singkatanya Pemancing Galatama Lele Lintas Nusantara.
Di empang banyak orang pintar, begitu kata teman saya. Ini kisahku gimana kisahmu?
salam strike!
kisahku ya seperti kisahmu
ReplyDeletekalo menurut saya..di empang banyak orang BEJO
ReplyDelete